Malaria
1 Pengertian
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium dan disebarkan oleh nyamuk Anopheles yang dapat menyerang semua orang, baik laki-laki atau perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Penyakit ini umumnya menyerang orang-orang di pedesaan khususnya penduduk yang tinggal di daerah yang terdapat habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk untuk berkembangbiak (Depkes RI, 1995).
2 Gejala Klinis :
Penyakit malaria secara umum dikenali berdasarkan gejala-gejalanya, dengan gejala utama yang sering terlihat adalah :
- Demam
- Menggigil secara berkala
- Sakit kepala
Gejala klinis utama tersebut sering diikuti oleh gejala klinis lainnya, antara lain :
- Badan lemas, pucat dan berkeringat
- Nafsu makan menurun
- Mual-mual dengan diikuti dengan muntah
- Sakit kepala yang berat dan terus menerus
- Pembesaran limpa pada penderita kronis,
- Kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma pada penderita malaria berat
- Mencret dan anemia merupakan gejala yang sering muncul pada anak-anak, makin muda usia anak makin tidak jelas klinisnya, namun diare dan pucat karena kekurangan darah serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria merupakan gejala yang menonjol.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme terdiri atas tiga stadium (stadium dingin atau cool stage; stadium demam atau hot stage; stadium berkeringat atau sweating stage). Ketiga stadium ini akan berlangsung secara berurutan pada penderita yang berasal dari daerah endomis. Pada penduduk di daerah endemis malaria, ketiga gejala klinis di atas tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita.
2.1 Stadium Dingin
Stadium ini dimulai dengan badan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak dan penderita biasanya menutupi segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jemarinya pucat kebiru-biruan dan sianotik. Kulit kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2.2 Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan tersa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan mual serta muntah sering terjadi. Nadi menjadi kuat kembali, biasanya haus dan suhu badan dapat meningkat 41° atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
2.3 Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak, pada saat bangun tidur badan terasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan di atas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur penderita (Depkes RI, 1993).
3 Siklus Hidup Plasmodium dan Masa Inkubasi
3.1 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merizoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif, sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merezoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah , sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap menularkan ke manusia.
3.2 Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plosmodium.
Tabel 3.2. Masa Inkubasi Parasit Malaria
Parasit | Masa Inkubasi (hari) |
Plasmodium Falcifarum | 9-14(12) |
Plasmodium Vivax | 12-17(15) |
Plasmodium Ovale | 16-18(17) |
Plasmodium Malariae | 18-40(28) |
4 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
Penyebaran penyakit malaria pada dasarnya sangat tergantung dengan adanya hubungan interaksi antara 3 faktor dasar epidemiologi, yaitu agent (penyebab malaria), host (manusia dan nyamuk), dan environment (lingkungan). Parasit malaria atau plasmodium merupakan penyebab penyakit malaria. Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria tersebut melalui 2 siklus yang terdiri dari siklus aseksual dalam tubuh manusia (host intermediate) dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk Anopheles (host definitive). Untuk perkembang biakan nyamuk Anopheles sebagai vector penular penyakit malaria diperlukan kondisi habitat/lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk. Lingkungan dapat ditinjau sebagai lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi dan lingkungan sosial budaya.
4.1 Agent (Penyebab Malaria)
Penyebab malaria adalah genus Plasmodia, family Plasmodidae dan order Coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam (spesies) parasit malaria, yakni :
- Plasmodium falcifarum penyebab tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat/malaria otak dengan kematian
- Plasmodium Vivax penyebab malaria tertiana
- Plasmodium Malariae penyebab malaria quartana
- Plasmodium Ovale jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis Plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya, biasanya infeksi campuran terdiri antara P. Falcifarum dengan P. Vivax atau P. Malariae (Depkes RI, 1993)
4.2 Host (Manusia dan Nyamuk)
Manusia disebut juga human reservoir atau sebagai sumber penular apabila di dalam darahnya banyak mengandung Plasmodium (gametosit). Penularan malaria terjadi apabila vector (nyamuk Anopheles) menggigit manusia yang dalam darahnya banyak mengandung gametosit. Di dalam tubuh nyamuk gametosit akan berkembang menjadi gamet jantan dan betina lalu melebur menjadi zigot. Dari zigot menbentuk ookinet lalu ookista. Ookista pecah menghasilkan sporozoit kemudian menetap di kelenjar ludah nyamuk. Selanjutnya bila nyamuk menggigit manusia maka sporozoit akan masuk ke dalam darah manusia dan berkembang menjadi gametosit.
· Manusia (Host Intermediate)
Faktor-faktor pada manusia yang berpengaruh terhadap kejadian malaria, antara lain :
1. Ras atau suku bangsa
Penduduk Afrika yang kadar haemoglobin S (Hb S) nya cukup tinggi ternyata lebih tahan terhadap infeksi P. Falciparum. Penyelidikan terakhir menunjukan bahwa Hb S dapat menghambat perkembangbiakan P. Falciparum baik sewaktu invasi sel darah merah maupun sewaktu pertumbuhannya. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sickle cell anemia, yaitu suatu kelainan yang berupa perubahan bentuk sel darah merah karena penurunan tekanan oksigen udara (Depkes RI, 1993)
2. Kurangnya suatu ensim tertentu
Kurangnya ensim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Kekurangan enzim G6PD ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi utama pada pria (Depkes RI, 1993).
3. Kekebalan/Immunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembang biakannya/jumlahnya.
Ada 2 macam kekebalan :
- Kekebalan alamiah (natural immunity), adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu.
- Kekebalan didapat (acquired immunity), terdiri dari kekebalan aktif (active immunity) yang merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat infesi sebelumnya atau dari vaksinasi, serta kekebalan pasif atau kekebalan bawaan (congenital immunity), yakni pemindahan anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit (Depkes RI, 1993).
4. Umur dan jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada bebagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain (Depkes RI, 1993).
4.3 Environment (Lingkungan)
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kejadian malaria di suatu daerah.
Lingkungan dapat dibedakan menjadi :
4.3.1 Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik sebagian besar berkaitan dengan aspek klimatologi, seperti suhu udara, kelembapan udara, hujan, angina dan sinar matahari (Depkes RI, 1993)
Kelembapan udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembapan 36% merupakan angka paling rendah untuk kemungkinan terjadinya penularan malaria. Kelembapan udara juga mempengaruhi kemampuan dan kecepatanperkembangbiakan, kebiasaan menggigit dan waktu istirahat nyamuk. Didaerah tropis kelembapan yang baik untuk perkembangbiakan Anopheles yaitu kurang dari 50% (Pampana F.J., 1969)
Hujan berhubungan dengan perkembangbiakan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Nyamuk Anopheles akan berkembang biak dalam jumlah besar jika terjadi hujan dengan diselingi panas (Depkes RI, 1993).
Faktor yang turut menentukan jumlah kontak antara manusia yaitu kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk sangat ditentukan oleh arah dan kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk Anopheles kira-kira 1,5 km (Depkes, RI, 1993)
Sinar matahari berhubungan erat dengan larva nyamuk. Pertumbuhan larva nyamuk Anopheles akan lebih baik dengan adanya pengaruh sinar matahari (Depkes RI, 1993)
4.3.2 Lingkungan Kimiawi
Lingkungan kimiawi yang berhubungan dengan nyamuk Anopheles adalah kadar garam dalam air. Air payau dengan kadar garam 12%-18% merupakan tampat yang baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles. Bila kadar garam melebihi 40% tidak memungkinkan perkembangan nyamuk tersebut. Meskipun di Sumatera Utara. Anopheles ditemukan pula di dalam air tawar. Anopheles dapat hidup di tempat yang memiliki pH yang rendah (Depkes RI, 1993).
4.3.3 Lingkungan Biologik
Lingkungan biologic yang dimaksud adalah terdapatnya flora dan fauna. Tumbuh-tumnbuhan seperti bakau, lumut dan ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, khususnya dalam memberikan perlindungan bagi larva dari sinar matahari maupun serangan dari mahkluk hidup lain. Populasi nyamuk di suatu daerah ditentukan juga oleh adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, dan mujair (Depkes RI, 1993)
4.3.4 Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan kejadian malaria, meliputi pandidikan, penghasilan, dan lamanya tempat tinggal di lokasi endemis malaria. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara langsung terhadap kejadian malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang (Piyarat B, 1986).
Penghasilan keluarga atau individu berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan aspek kehidupan lainnya. Jika seseorang dengan penghasilan yang baik mengetahui cara mencegah penyakit malaria dan memiliki sifat yang positif akan bertindak untuk membeli kelambu guna mencegah gigitan nyamuk atau memasang kawat kasa nyamuk pada ventilasi rumah (Piyarat B, 1986)
Lamanya seseorang tinggal di daerah endemis malaria akan menyebabkan respon imunitas terhadap parasit tertentu. Di lokasi transmigrasi PIR-I Arso Irian Jaya terlihat bahwa transmigran yang berasal dari Jawa yang baru tiba di lokasi dan tinggal di tempat tersebut kurang dari satu tahun lebih banyak yang menderita malaria dibandingkan dengan transmigran asal Jawa lainnya yang telah menetap lebih lama di tempat tersebut. (Jones R.Trevor, 1994)
5 Nyamuk Anopheles (host definitive)
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, karena darah diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.
5.1 Perilaku Nyamuk Anopheles
1. Aktivitas nyamuk ini dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu
2. Umumnya aktif menghisap darah manusia malam hari atau senja s/d dini hari
3. Jarak terbang 1-3 km (dapat dipengaruhi oleh angin)
4. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan
5. Eksofilik : suka tingal di luar rumah/bangunan
6. Endofagik : suka mengigit dalam rumah
7. Eksofagik : suka menggigit diluar rumah
8. Antroprofilik : suka menggigit manusia
9. Zoofilik : suka menggigit binatang
5.2 Morfologi nyamuk Anopheles
1. Ukuran 4-13 mm
2. Bersifat rapuh
3. Bagian kepala mempunyai probososis yaitu alat untuk menghisap darah (nyamuk betina) sedangkan yang jantan dugunakan untuk menghisap bahan-bahan cair
4. Dikiri kanan proboscis terdiri atas 5 ruas dan sepasang antenna
5. Antena jantan berambut lebat, betina tidak
6. Bagian thoraks diliputi bulu halus yang berwarna putih/kuning (berbeda masing-masing spesies)
7. Sayap panjang/langsing dan mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik yang letaknya mengikuti vena
8. Abdomen berbentuk silinser yang terdiri dari 10 ruas. Dua ruas terakhir berubah menjadi alat kelamin
5.3 Tempat perindukan nyamuk Anopheles
Tempat perindukan nyamuk penular penyakit malaria (Anopheles) adalah di genangan-genangan air, baik air tawar atau air payau tergantung dari jenis nyamuknya (Depkes RI, 1999). Pada daerah pantai kebanyakan tempat perindukan nyamuk terjadi pada tambak yang tidak dikelola dengan baik, adanya penebangan hutan bakau secara liar merupakan habitat yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk An. Sundaicus dan banyaknya aliran sungai yang tertutup pasir (laguna) yang merupakan tempat perindukn nyamuk An. Sundaicus (Depkes RI, 2003).
Tempat perindukan nyamuk Anopheles ada 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, dan kaki gunung/gunung
1. Di pantai : tanaman bakau, laguna, rawa, dan empang sepanjang pantai (Anopheles sundaicus)
2. Dikawasan padalaman yang ada di sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi (Anopheles aconicus,An. Nigerimus, An. Subticus, dan An. Barbirostris)
3. Dikawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan (Anopheles balabacensus) dan daerah gunung (Anopheles maculates)
6 Pencegahan Malaria
a. Menghindari gigitan nyamuk
· Tidur memakai kelambu anti nyamuk yang tahan 2-5 tahun yang dapat dicuci sampai 20 kali
· Pakai obat anti nyamuk
· Pakai obat oles anti nyamuk
· Pasang kawat kasa disetiap ventilasi
· Menjauhkan kandang ternak dari rumah
· Apabila keluar rumah sebaiknya memakai pakaian yang tertutup (menggunakan baju lengan panjang atau memakai oabat anti nyamuk oles)
b. Membersihkan lingkungan
- Membersihkan lingkungan
- Menimbun genangan air
- Membersihkan lumut
- Mengalirkan air yang tergenang
- Menebarkan ikan pemakan jentik
Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik : kepala timah, nila merah, gupi, mujair, dan lain-lain.
7 Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor yang dilakukan di Indonesia meliputi penyemprotan rumah, penggunaan kelambu berinsektisida, biological control, larviciding dan pengelolaan lingkungan.
1. Penyemprotan Rumah
a. Jawa-Bali dan Barelang Binkar : penyemprotan dilakukan di desa high case incidence (HCI) dengan penularan setempat (ditemukan kasus indigenous)
b. Di luar Jawa-Bali : penyemprotan diprioritaskan pada desa yang rawan KLB, desa tranmigrasi T1 dan T2. Disamping itu desa-desa prioritas lain dengan PR >3%. Seperti lokasi pencetakan sawah baru, PIRBUN, HTI, pertambangan, pengembangan perikanan/tambak uadang, desa tertinggal, wilayah pengembangan pariwisata dan desa wilayah resistensi Plasmodium falcifarum.
c. Penyemprotan dilakukan 2 kali setahun, minimal dilakukan dua tahun berturut-turut.
d. Penyemprotan dihentikan bila PR sudah kurang dari 2% dan PCD sudah berjalan dengan baik (Depkes RI, 1993)
2. Penggunaan Kelambu
Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk untuk mencegah terjadinya penularan malaria. Terdapat beberapa cara untuk menghindari gigitan nyamuk, antara lain menggunakan kelambu, korden, hammock, trap dan bahan lainnya. Kelambu dapat digunakan untuk melindungi individu dan masyarakat (Setyaningrum, 1997) dan terbukti efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria serta dapat mengurangi penularan malaria jika dipergunakan dalam skala besar (WHO,1993). Penggunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak langsung antara nyamuk dengan manusia (WHO.1995)
Kepatuhan masyarakat untuk menggunakan kelambu sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku si pengguna. Kepatuhan berhubungan dengan prilaku, dipandang dari segi biologis perilaku manusia adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. menurut Notoatmojo, 1993 prilaku adalah respon seseorang terhadap stimulus dari luar subyek yang bisa diamati secara langsung oleh orang lain berupa tindakan nyata, atau tidak bisa diamati langsung, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin serta pengetahuan.
3. Biological Control
Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di daerah malaria yang terdapat tempat perindukan vector potensial, airnya permanent dan cocok untuk berkembang biak ikan pemakan jentik.
4. Larviciding
· Desa dengan PR >3% dan telah dilakukan pemetaan tempat perindukan potensial dan dapat dijangkau dengan larviciding
· Tempat perindukan tidak terlalu luas dengan batas yang tegas
· Bukan tempat perindukan yang kecil-kecil dan menyebar
· Jarak tempat perindukan dengan pemukiman penduduk masih dalam jarak terbang vector (2 km)
· Waktu (bulan) potensial tempat perindukan diketahui
· Larviciding dilakukan setiap 2 minggu selama tempat perindukan petensial, ditandai dengan adanya jentik positif (Depkes RI, 1993)
5. Pengelolaan lingkungan
· Pembersihan lumut di kolam atau genangan air
· Pembersihan semak-semak di pinggir sungai
· Membut saluran atau menimbun tempat perindukan (Depkes RI, 1993)
8 Pengobatan Penderita
· Pengobatan malaria klinis : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
· Pengobatan radikal : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa secara klinis dan ditindak lanjuti dengan pemeriksaan laboratorium sediaan darah
· Pengobatan MDA (mass drug administration) : pengobatan massal pada saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) malaria, mencakup .8% jumlah penduduk daerah KLB
· Profiklasis : pengobatan pencegahan dengan sasaranwarga tranmigrasi, ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI, 1993).
Daftar Pustaka
Gunawan S. 2000. Epidemiologi Malaria, dalam ; Harijanto, P, N. Epidemiologi Malaria, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
|
Indah Fitri Andini. 2007. Gambaran Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Tentang Penyakit Malaria Pada Balita Di Puskesmas Pasar Ikan Bengkulu. Politeknik Kesehatan Jurusan Kebidanan. Bengkulu
Kalangie, S. Nico. 1994. Kebudayaan Dan Kesehatan. PT. Kesaint Blance Indah Corp. Jakarta
Lumingkewes, Lexi. 1992. Pengaruh Faktor Pendidikan Sosial Budaya dan Motivasi Masyarakat Terhadap Penerimaan Program KB di Manado. Ilmu Kesehatan Dan Program Pasca Sarjana UGM.
Notoadmojo, Soekijo. 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Bumi Aksara. Bandung.
Notoadmojo S & Sarwono Solita. 1995. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
Notoadmojo Soekijo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakatra
Piyarat Butraporn. 1986. Social Behavioural Housing Factors And Theirs Intractive Effect Associated With Malaria Occurance In East Thailand, South East Asian Journal Medicine Publich Health.
Russell F. Paul et al. 1963. Practical Malariology, London Oxford University Press. New York-Toronto.
Setyaningrum, Endah. 1997. Prevalensi Malaria Pada Anak-Anak di Beberapa SD Padang Cermin Lampung Selatan. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Schlesselman J. James. 1982. Case Control Studies-Design, Conduct, Analisyis, Oxford University Press. New York.
Soemirat Juli. 2004. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suharmasto. 2000. Faktor Lingkungan dan Prilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tanjung Lengkayap dan Tanjung Karet Kabupaten Oku. Program Magister Epidemiologi. Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar