Senin, 01 Agustus 2011

Materi Malaria


Malaria
1  Pengertian
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium dan disebarkan oleh nyamuk Anopheles yang dapat menyerang semua orang, baik laki-laki atau perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Penyakit ini umumnya menyerang orang-orang di pedesaan khususnya penduduk yang tinggal di daerah yang terdapat habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk untuk berkembangbiak (Depkes RI, 1995).
2 Gejala Klinis :
            Penyakit malaria secara umum dikenali berdasarkan gejala-gejalanya, dengan gejala utama yang sering terlihat adalah :
-        Demam
-        Menggigil secara berkala
-        Sakit kepala
Gejala klinis utama tersebut sering diikuti oleh gejala klinis lainnya, antara lain :
-        Badan lemas, pucat dan berkeringat
-        Nafsu makan menurun
-        Mual-mual dengan diikuti dengan muntah
-        Sakit kepala yang  berat dan terus menerus
-        Pembesaran limpa pada penderita kronis,
-        Kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma pada penderita malaria berat
-        Mencret dan anemia merupakan gejala yang sering muncul pada anak-anak, makin muda usia anak makin tidak jelas klinisnya, namun diare dan pucat karena kekurangan darah serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria merupakan gejala yang menonjol.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme terdiri atas tiga stadium (stadium dingin atau cool stage; stadium demam atau hot stage; stadium berkeringat atau sweating stage). Ketiga stadium ini akan berlangsung secara berurutan pada penderita yang berasal dari daerah endomis. Pada penduduk di daerah endemis malaria, ketiga gejala klinis di atas tidak berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita.
2.1 Stadium Dingin
Stadium ini dimulai dengan badan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak dan penderita biasanya menutupi segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jemarinya pucat kebiru-biruan dan sianotik. Kulit kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2.2 Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan tersa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan mual serta muntah sering terjadi. Nadi menjadi kuat kembali, biasanya haus dan suhu badan dapat meningkat 41° atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
2.3  Stadium Berkeringat
             Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak, pada saat bangun tidur badan terasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan di atas tidak selalu sama pada setiap  penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur penderita (Depkes RI, 1993).
3        Siklus Hidup Plasmodium dan Masa Inkubasi
3.1   Siklus Hidup Plasmodium
               Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
1.      Siklus pada manusia
               Pada waktu nyamuk anopheles infektif  menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merizoit hati (tergantung spesiesnya).
               Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada  P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif, sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
               Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merezoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
               Setelah 2-3 siklus skizogoni darah , sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina
               Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap menularkan ke manusia.
3.2     Masa Inkubasi
               Masa inkubasi adalah rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plosmodium.

Tabel 3.2. Masa Inkubasi Parasit Malaria
Parasit
Masa Inkubasi (hari)
Plasmodium Falcifarum
9-14(12)
Plasmodium Vivax
12-17(15)
Plasmodium Ovale
16-18(17)
Plasmodium Malariae
18-40(28)

4 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
               Penyebaran penyakit malaria pada dasarnya sangat tergantung dengan adanya hubungan interaksi antara 3 faktor dasar epidemiologi, yaitu agent (penyebab malaria), host (manusia dan nyamuk), dan environment (lingkungan). Parasit malaria atau plasmodium merupakan penyebab penyakit malaria. Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria tersebut melalui 2 siklus yang terdiri dari siklus aseksual dalam tubuh manusia (host intermediate) dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk Anopheles (host definitive). Untuk perkembang biakan nyamuk Anopheles sebagai vector penular penyakit malaria diperlukan kondisi habitat/lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk. Lingkungan dapat ditinjau sebagai lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi dan lingkungan sosial budaya.
4.1 Agent (Penyebab Malaria)
               Penyebab malaria adalah genus Plasmodia, family Plasmodidae dan order Coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam (spesies) parasit malaria, yakni :
  1. Plasmodium falcifarum penyebab tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat/malaria otak dengan kematian
  2. Plasmodium Vivax penyebab malaria tertiana
  3. Plasmodium Malariae penyebab malaria quartana
  4. Plasmodium Ovale jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
               Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis Plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya, biasanya infeksi campuran terdiri antara P. Falcifarum  dengan P. Vivax atau P. Malariae (Depkes RI, 1993)
4.2  Host (Manusia dan Nyamuk)
               Manusia disebut juga human reservoir atau sebagai sumber penular apabila di dalam darahnya banyak mengandung Plasmodium (gametosit). Penularan malaria terjadi apabila vector (nyamuk Anopheles) menggigit manusia yang dalam darahnya banyak mengandung gametosit. Di dalam tubuh nyamuk gametosit akan berkembang menjadi gamet jantan dan betina lalu melebur menjadi zigot. Dari zigot menbentuk ookinet lalu ookista. Ookista pecah menghasilkan sporozoit kemudian menetap di kelenjar ludah nyamuk. Selanjutnya bila nyamuk menggigit manusia maka sporozoit akan masuk ke dalam darah manusia dan berkembang menjadi gametosit.
·         Manusia (Host Intermediate)
                Faktor-faktor pada manusia yang berpengaruh terhadap kejadian malaria, antara lain :
1. Ras atau suku bangsa
                Penduduk Afrika yang kadar haemoglobin S (Hb S) nya cukup tinggi ternyata lebih tahan terhadap infeksi P. Falciparum. Penyelidikan terakhir menunjukan bahwa Hb S dapat menghambat perkembangbiakan P. Falciparum baik sewaktu invasi sel darah merah maupun sewaktu pertumbuhannya. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sickle cell anemia, yaitu suatu kelainan yang berupa perubahan bentuk sel darah merah karena penurunan tekanan oksigen udara (Depkes RI, 1993)
2. Kurangnya suatu ensim tertentu
                Kurangnya ensim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Kekurangan enzim G6PD ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi utama pada pria (Depkes RI, 1993).
3. Kekebalan/Immunitas
               Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembang biakannya/jumlahnya.
Ada 2 macam kekebalan :
-        Kekebalan alamiah (natural immunity), adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu.
-        Kekebalan didapat (acquired immunity), terdiri dari kekebalan aktif (active immunity) yang merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat infesi sebelumnya atau dari vaksinasi, serta kekebalan pasif atau kekebalan bawaan (congenital immunity), yakni pemindahan anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit (Depkes RI, 1993).

4. Umur dan jenis Kelamin
               Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada bebagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain (Depkes RI, 1993).
4.3 Environment (Lingkungan)
               Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kejadian malaria di suatu daerah.
Lingkungan dapat dibedakan menjadi :
4.3.1        Lingkungan Fisik
                  Faktor lingkungan fisik sebagian besar berkaitan dengan aspek klimatologi, seperti suhu udara, kelembapan udara, hujan, angina dan sinar matahari (Depkes RI, 1993)
            Kelembapan udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembapan 36% merupakan angka paling rendah untuk kemungkinan terjadinya penularan malaria. Kelembapan udara juga mempengaruhi kemampuan dan kecepatanperkembangbiakan, kebiasaan menggigit dan waktu istirahat nyamuk. Didaerah tropis kelembapan yang baik untuk perkembangbiakan Anopheles yaitu kurang dari 50% (Pampana F.J., 1969)
            Hujan berhubungan dengan perkembangbiakan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Nyamuk Anopheles akan berkembang biak dalam jumlah besar jika terjadi hujan dengan diselingi panas (Depkes RI, 1993).
            Faktor yang turut menentukan jumlah kontak antara manusia  yaitu kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk sangat ditentukan oleh arah dan kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk Anopheles kira-kira 1,5 km (Depkes, RI, 1993)
            Sinar matahari berhubungan erat dengan larva nyamuk. Pertumbuhan larva nyamuk Anopheles akan lebih baik dengan adanya pengaruh sinar matahari (Depkes RI, 1993)
4.3.2 Lingkungan Kimiawi
               Lingkungan kimiawi yang berhubungan dengan nyamuk Anopheles adalah kadar garam dalam air. Air payau dengan kadar garam 12%-18% merupakan tampat yang baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles. Bila kadar garam melebihi 40% tidak memungkinkan perkembangan nyamuk tersebut. Meskipun di Sumatera Utara. Anopheles ditemukan pula di dalam air tawar. Anopheles dapat hidup di tempat yang memiliki pH yang rendah (Depkes RI, 1993).
4.3.3 Lingkungan Biologik
               Lingkungan biologic yang dimaksud adalah terdapatnya flora dan fauna. Tumbuh-tumnbuhan seperti bakau, lumut dan ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, khususnya dalam memberikan perlindungan bagi larva dari sinar matahari maupun serangan dari mahkluk hidup lain. Populasi nyamuk di suatu daerah ditentukan juga oleh adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, dan mujair (Depkes RI, 1993)
4.3.4 Lingkungan Sosial Budaya
               Lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan kejadian malaria, meliputi pandidikan, penghasilan, dan lamanya tempat tinggal di lokasi endemis malaria. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara langsung terhadap kejadian malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang (Piyarat B, 1986).
               Penghasilan keluarga atau individu berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan aspek kehidupan lainnya. Jika seseorang dengan penghasilan yang baik mengetahui cara mencegah penyakit malaria dan memiliki sifat yang positif akan bertindak untuk membeli kelambu guna mencegah gigitan nyamuk atau memasang kawat kasa nyamuk pada ventilasi rumah (Piyarat B, 1986)
               Lamanya seseorang tinggal di daerah endemis malaria akan menyebabkan respon imunitas terhadap parasit tertentu. Di lokasi transmigrasi PIR-I Arso Irian Jaya terlihat bahwa transmigran yang berasal dari Jawa yang baru tiba di lokasi dan tinggal di tempat tersebut kurang dari satu tahun lebih banyak yang menderita malaria dibandingkan dengan transmigran asal Jawa lainnya yang telah menetap lebih lama di tempat tersebut. (Jones R.Trevor, 1994)
5 Nyamuk Anopheles (host definitive)
               Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, karena darah diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.
5.1 Perilaku Nyamuk Anopheles
1. Aktivitas nyamuk ini dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu
2. Umumnya aktif menghisap darah manusia malam hari atau senja s/d dini hari
3. Jarak terbang 1-3 km (dapat dipengaruhi oleh angin)
4. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan
5. Eksofilik : suka tingal di luar rumah/bangunan
6. Endofagik : suka mengigit dalam rumah
7. Eksofagik : suka menggigit diluar rumah
8. Antroprofilik : suka menggigit manusia
9. Zoofilik : suka menggigit binatang
5.2 Morfologi nyamuk Anopheles
1.      Ukuran 4-13 mm
2.      Bersifat rapuh
3.      Bagian kepala mempunyai probososis yaitu alat untuk menghisap darah (nyamuk betina) sedangkan yang jantan dugunakan untuk menghisap bahan-bahan cair
4.      Dikiri kanan proboscis terdiri atas 5 ruas dan sepasang antenna
5.      Antena jantan berambut lebat, betina tidak
6.      Bagian thoraks diliputi bulu halus yang berwarna putih/kuning (berbeda masing-masing spesies)
7.      Sayap panjang/langsing dan mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik yang letaknya mengikuti vena
8.      Abdomen berbentuk silinser yang terdiri dari 10 ruas. Dua ruas terakhir berubah menjadi alat kelamin
5.3 Tempat perindukan nyamuk Anopheles
Tempat perindukan nyamuk penular penyakit malaria (Anopheles) adalah di genangan-genangan air, baik air tawar atau air payau tergantung dari jenis nyamuknya (Depkes RI, 1999). Pada daerah pantai kebanyakan tempat perindukan nyamuk terjadi pada tambak yang tidak dikelola dengan baik, adanya penebangan hutan bakau secara liar merupakan habitat yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk An. Sundaicus dan banyaknya aliran sungai yang tertutup pasir (laguna) yang merupakan tempat perindukn nyamuk An. Sundaicus (Depkes RI, 2003).
               Tempat perindukan nyamuk Anopheles ada 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, dan kaki gunung/gunung
1.            Di pantai : tanaman bakau, laguna, rawa, dan empang sepanjang pantai (Anopheles sundaicus)
2.            Dikawasan padalaman yang ada di sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi (Anopheles aconicus,An. Nigerimus, An. Subticus, dan An. Barbirostris)
3.            Dikawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan (Anopheles balabacensus) dan daerah gunung (Anopheles maculates)
6 Pencegahan Malaria
a. Menghindari gigitan nyamuk
·         Tidur memakai kelambu anti nyamuk yang tahan 2-5 tahun yang dapat dicuci sampai 20 kali
·         Pakai obat anti nyamuk
·         Pakai obat oles anti nyamuk
·         Pasang kawat kasa disetiap ventilasi
·         Menjauhkan kandang ternak dari rumah
·         Apabila keluar rumah sebaiknya memakai pakaian yang tertutup (menggunakan baju lengan panjang atau memakai oabat anti nyamuk oles)
b. Membersihkan lingkungan
  • Membersihkan lingkungan
  • Menimbun genangan air
  • Membersihkan lumut
  • Mengalirkan air yang tergenang
  • Menebarkan ikan pemakan jentik
               Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik : kepala timah, nila merah, gupi, mujair, dan lain-lain.
7  Pemberantasan Vektor
               Pemberantasan vektor yang dilakukan di Indonesia meliputi penyemprotan rumah, penggunaan kelambu berinsektisida, biological control, larviciding dan pengelolaan lingkungan.
1. Penyemprotan Rumah
a.       Jawa-Bali dan Barelang Binkar : penyemprotan dilakukan di desa high case incidence (HCI) dengan penularan setempat (ditemukan kasus indigenous)
b.      Di luar Jawa-Bali : penyemprotan diprioritaskan pada desa yang rawan KLB, desa tranmigrasi T1 dan T2. Disamping itu desa-desa prioritas lain dengan PR >3%. Seperti lokasi pencetakan sawah baru, PIRBUN, HTI, pertambangan, pengembangan perikanan/tambak uadang, desa tertinggal, wilayah pengembangan pariwisata dan desa wilayah resistensi Plasmodium falcifarum.
c.       Penyemprotan dilakukan 2 kali setahun, minimal dilakukan dua tahun berturut-turut.
d.      Penyemprotan dihentikan bila PR sudah kurang dari 2% dan PCD sudah berjalan dengan baik (Depkes RI, 1993)
2. Penggunaan Kelambu
                Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk untuk mencegah terjadinya penularan malaria. Terdapat beberapa cara untuk menghindari gigitan nyamuk, antara lain menggunakan kelambu, korden, hammock, trap dan bahan lainnya. Kelambu dapat digunakan untuk melindungi individu dan masyarakat (Setyaningrum, 1997) dan  terbukti efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria serta dapat mengurangi penularan malaria jika dipergunakan dalam skala besar (WHO,1993). Penggunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak langsung antara nyamuk dengan manusia (WHO.1995)
Kepatuhan masyarakat untuk menggunakan kelambu sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku si pengguna. Kepatuhan berhubungan dengan prilaku, dipandang dari segi biologis perilaku manusia adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. menurut Notoatmojo, 1993 prilaku adalah respon seseorang terhadap stimulus dari luar subyek yang bisa diamati secara langsung oleh orang lain berupa tindakan nyata, atau tidak bisa diamati langsung, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin serta pengetahuan.
3. Biological Control
               Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di daerah malaria yang terdapat tempat perindukan vector potensial, airnya permanent dan cocok untuk berkembang biak ikan pemakan jentik.
4. Larviciding
·         Desa dengan PR >3% dan telah dilakukan pemetaan tempat perindukan potensial dan dapat dijangkau dengan larviciding
·         Tempat perindukan tidak terlalu luas dengan batas yang tegas
·         Bukan tempat perindukan yang kecil-kecil dan menyebar
·         Jarak tempat perindukan dengan pemukiman penduduk masih dalam jarak terbang vector (2 km)
·         Waktu (bulan) potensial tempat perindukan diketahui
·         Larviciding dilakukan setiap 2 minggu selama tempat perindukan petensial, ditandai dengan adanya jentik positif (Depkes RI, 1993)
5. Pengelolaan lingkungan
·         Pembersihan lumut di kolam atau genangan air
·         Pembersihan semak-semak di pinggir sungai
·         Membut saluran atau menimbun tempat perindukan (Depkes RI, 1993)
8  Pengobatan Penderita
·         Pengobatan malaria klinis : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
·         Pengobatan radikal : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa secara klinis dan ditindak lanjuti dengan pemeriksaan laboratorium sediaan darah
·         Pengobatan MDA (mass drug administration) : pengobatan massal pada saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) malaria, mencakup .8% jumlah penduduk daerah KLB
·         Profiklasis : pengobatan pencegahan dengan sasaranwarga tranmigrasi, ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI, 1993).

Daftar Pustaka
Gunawan S.  2000.  Epidemiologi Malaria, dalam ; Harijanto, P, N. Epidemiologi Malaria, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.

 
Harinasuta Chamlong. 1986. The Need For Healt Behavior An Socio Economic Research In Malaria Control In Thailand. South Asian Journal Tropical Medicine Public Health.
Indah Fitri Andini. 2007. Gambaran Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Tentang Penyakit Malaria Pada Balita Di Puskesmas Pasar Ikan Bengkulu. Politeknik Kesehatan Jurusan Kebidanan. Bengkulu

Kalangie, S. Nico. 1994. Kebudayaan Dan Kesehatan. PT. Kesaint Blance Indah Corp. Jakarta

Lumingkewes, Lexi. 1992. Pengaruh Faktor Pendidikan Sosial Budaya dan Motivasi Masyarakat Terhadap Penerimaan Program KB di Manado. Ilmu Kesehatan Dan Program Pasca Sarjana UGM.

Notoadmojo, Soekijo. 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Bumi Aksara. Bandung.

Notoadmojo S & Sarwono Solita. 1995. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.

Notoadmojo Soekijo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakatra

Piyarat Butraporn. 1986. Social Behavioural Housing Factors And Theirs Intractive Effect Associated With Malaria Occurance In East Thailand, South East Asian Journal Medicine Publich Health.

Russell F. Paul et al. 1963. Practical Malariology, London Oxford University Press. New York-Toronto.

Setyaningrum, Endah. 1997. Prevalensi Malaria Pada Anak-Anak di Beberapa SD Padang Cermin Lampung Selatan. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Schlesselman J. James. 1982. Case Control Studies-Design, Conduct, Analisyis, Oxford University Press. New York.

Soemirat  Juli. 2004.  Kesehatan Lingkungan.  Penerbit  Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suharmasto.  2000.  Faktor Lingkungan dan Prilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tanjung Lengkayap dan Tanjung Karet Kabupaten Oku. Program Magister Epidemiologi. Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Jakarta.

WHO International Travel And Health. 2005

Kamis, 21 Juli 2011

Askep Stroke lengkap

asuhan keperawatan stroke
Konsep Penyakit Stroke
  1. Pengertian Penyakit Stroke
Menurut World Health Organization (WHO, 1995) Stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun fungsional yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau yang menimbulkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, biasanya merupakan kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer, 2001).
Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24jam atau lebih, bisa juga langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
2.      Klasifikasi Stroke
Menurut National Institute of Neurological Disorder and Stroke (NINDS, 1990) Stroke diklasifikasikan menjadi 2 bagian berdasarkan etiologinya (penyebabnya) yaitu:
a.            Stroke Hemorragic ( perdarahan )
Stroke hemorragic merupakan suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah sehingga mengganggu peredaran darah ke otak, timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang  terganggu.
b.            Stroke non Hemorragic ( bukan perdarahan )
Dapat berupa iskemia, emboli spesme atau thrombus pembuluh darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama, baru bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema karena hipoksia jaringan otak.
Selain klasifikasi diatas, khususnya stroke non hemorragic  dapat dibedakan menurut perjalanan penyakitnya, yaitu:
1.      TIA’S (Trans Iskemic Attack)
Gangguan neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja. Gejala akan hilang dengan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.      RIND (Reversible Iskemic Neurologis Defusit)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu satu minggu dan maksimal dalam waktu 3 minggu.
3.      Stroke In Volusion
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses seperti ini biasanya berjalan dalam beberapa hari.
4.      Stroke Komplit
Gangguan neurologis yang timbul dan telah menetap atau permanen.

3.   Etiologi Penyakit Stroke
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) etiologi/faktor risiko penyakit stroke terbagi atas dua yakni faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu:
a.    Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a)        Usia
  Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah dan pada ummnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosclerosis).
b)        Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok, dan rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c)        Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
d)        Ras/etnik
Dari penelitian yang ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

b.    Faktor risiko yang dapat di modifikasi :
a)        Hipertensi ( darah tinggi )
  Orang-orang yang terkena tekanan darah tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya akan mengecil (vasokontroksi) sehingga darah yang mengalir keotak pun akan berkurang. Dengan pengurangan Aliran Darah Otak (ADO) maka otak akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kamatian.
b)        Penyakit jantung
  Adanya penyakit jantung seperti jantung koroner, infak miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat pengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan terganggu. Termasuk aliran darah menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
c)        Diabetes melitus
  Diabetes melitus (DM) atau disebut juga sebagai kencing manis, memiliki risiko mengalami stroke. Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.    
d)        Hiperkolesterolemia
  Hiparkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis low density lipoprotein (LDL) akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pebuluh darah, yang lama-lama akan semakin banyak dan menumpuk sehingga lama-lama akan mengganggu aliran darah.
e)        Obesitas
  Kegamukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang obesitas, dimana biasanya kada LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
f)          Merokok
  Orang-orang yang merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandigkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
4.   Patofisiologi Penyakit Stroke
               Menurut Long (1996), otak sangat tergantung kepada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik dalam otak waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema otak. Karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen serta peningkatan karbondioksida dan asam laktat.
               Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu:
a.         Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis (infark).
b.        Pecahnya dinding arteri cerebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan         (haemorrhagi).
c.         Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma).
d.        Edema cerebri yang merupakan pangumpulan cairan di ruang interstisiel jarigan otak.
5.  Tanda dan Gejala Penyakit Stroke
               Menurut Smeltzer (2001), manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a.       Defisit Lapang Penglihatan
1.        Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan) tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2.        Kehilangan penglihatan perifer, kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek.
3.        Diplopia (penglihatan ganda).
b.        Defisit Motorik
1.        Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2.        Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3.      Disartria (kesulitan dalam membentuk kata).
4.      Disfagia (kesulitan dalam menelan).
c.         Defisit Verbal
1.        Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata-kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
2.        Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata-kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak masuk akal.
3.        Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
4.        Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan jangka panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi, alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
5.        Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.

6.   Komplikasi
              Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) :
a.         Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1.         Edema serebri : defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2.         Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b.        Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama)
1.          Pneumonia: akibat immobilsasi lama.
2.          Infark miokard.
3.         Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat penderita mulai mobilisasi.
4.          Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c.         Komplikasi Jangka Panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vascular lain: penyakit vascular perifer.

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu:
a.         Hipoksia serebral diminimalkan dengan member oksigenasi.
b.        Penurunan darah serebral.
c.         Embolisme serebral.

7.     Penatalaksanaan
Menurut Harson (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya odema otak. Odema otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik mencapai puncak 24-96 jam. Odema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat odema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat.
Waktu adalah otak meurpakan ungkapan yang menunjukkan batapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil ukur pengobatan. Hal ini yang harus dilakukan:
a.         Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
b.        Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal nafas.
c.         Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dektrosa 5% dalam air dan salin 0, 45% karena dapat memperhebat edema otak.
d.        Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung.
e.         Jangan memberikan makanan atau minumam melalui mulut.
f.         Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks.
g.        Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombossit, kimia darah (glikosa, elektrolit, ireum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial.
h.        Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alcohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi.
i.          Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
j.          CT Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada, dengan skor Siriraj untuk menentukan jenis stroke.

8.     Pencegahan
A.    Pencegahan Primer
1.      Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vascular lainnya.
2.      Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
·       Menghindari: rokok, stress mental, alcohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain, dan sejenisnya.
·               Mengurangi: kolesterol, dan lemak dalam makanan
·       Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), penyakit vascular atreosklerotik lainnya.
·             Menganjurkan: konsimsi gizi seimbang dan olah raga teratur.
B.     Pencegahan Sekunder
1.      Modifikasi gaya hidup berisiko stroke dan faktor resiko, misalnya:
·           Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai.
·           Diabetes melitus: diet, obat hipoglikemik oral/insulin.
·           Penyakit jantung aritmia nonvalvular (antikoagulan oral).
·           Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidislipidemia.
·           Berhanti merokok
·           Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak.
·           Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia.
·               Polisitemia.
2.      Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3.      Obat-obatan yang digunakan:
·               Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari.
·           Antikoagulan oral (warfarin/dikumoral) diberikan pada pasien dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokerd akut, kelainan katup), kondisi koangulopati yang lain dengan syarat-syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10 mg/hr dan disesuaikan setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes (masa protombin 1,3-1,5 kali nilai control atau INR=2-3 atau trombotes 10-15%), biasanya baru tercapai setelah 3-5 hari pengobatan. Bila masa protrombin/trombotes sudah stabil maka frekuensi pemeriksaannya dikurangi menjadi setiap munggu kemudian setiap bulan.
·           Pasien yang tidak tahan asetosal, dapat diberikan tiklopidin 250-500 mg/hr, dosis rendah asetosal 80 mg+cilostazol 50-100 mg/hr, atau asetosal 80 mg + dipiridamol 75-150 mg/hr.
4.      Tindakan Invasif
·               Flebotomi untuk polisitemia.
·           Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan stenosis 70-99% unilateral dan baru.
·           Tindakan bedah lainnya (reseksi artery vein malformation [AVM], kliping aneurisma Berry).